JANGAN SALAH PILIH TEMAN
Oleh : Sukahar Ahmad Syafi’i
(Tulisan ini telah diterbitkan oleh Majalah Suara Muhammadiyah edisi 18 TH. Ke-97 16-30 sept 2012)
Manusia adalah makhlus sosial, yaitu makhluk yang tidak dapat hidup
sendiri, tapi dia hidup secara bersama atau bermasyarakat. Mengapa demikian,
karena manusia tidak akan bisa memenuhi kebutuhan dan urusanya sendiri, sehebat
dan setangguh apapun manusia, pasti memerlukan uluran bantuan orang lain,
ketika manusia sakit, dia membutuhkan dokter untuk membantu mengobatinya,
ketika manusia ingin belajar, dia membutuhkan seorang pembimbing (guru) untuk
mengajarinya, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, interaksi (bergaul) sesama
manusia sangat diperlukan agar terjalin hubungan yang harmonis diantara mereka,
sekalipun demikian aspek bergaul yaitu memilih teman benar-benar harus
diperhatikan, karena sekali salah dalam menentukan pillhan, maka akibatnya pun
akan fatal.
Islam sebagai agama yang sempurna dan
menyeluruh telah mengatur bagaimana adab-adab serta batasan-batasan dalam
pergaulan. Pergaulan sangat mempengaruhi kehidupan seseorang. Dampak buruk akan
menimpa seseorang akibat bergaul dengan teman-teman yang berprilaku buruk,
sebaliknya manfaat yang besar akan didapatkan dengan bergaul dengan teman yang memiliki
perangai baik.
Mengenai dampak
pergaulan Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
حَدَّثَنِي مُوسَى
بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ حَدَّثَنَا أَبُو بُرْدَةَ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا بُرْدَةَ بْنَ أَبِي مُوسَى عَنْ أَبِيهِ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَثَلُ
الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ،
فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ،
وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ
يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
“Telah menceritakan kepadaku Mūsa bin Ismail,
telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid, telah menceritakan kepada kami Abû
Burdah bin Abdullah dia berkata : Aku mendengar Abû Burdah bin Abi Mûsa dari
ayahnya ra berkata, Rasulullah saw bersabda :Permisalan teman yang baik dan
teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi.
Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa
membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau
harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai
pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak
sedap.”
(HR. Bukhari )
Hadis ini juga
diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya (4/2026), terdapat
pula dalam Shahih Ibnu Hibban (2/320) dan terdapat dalam kitab Kanzul
amal fî sunan al-Aqwal wa al-Af’al (9/44). Menurut Su’aib al-Arnauth sanad
hadis ini Shahih berdasarkan kriteria Bukhari dan Muslim, Nashiruddin al-Albani
juga mengatakan bahwa hadis ini tergolong hadis Shahih sehingga bisa dijadikan
hujjah (Silsilah al-Ahadis ash-Shohihah 7/26)
Mengenai makna
hadis ini, Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan : “Hadits ini menunjukkan larangan
berteman dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Hadits
ini juga mendorong seseorang agar bergaul dengan orang-orang yang dapat
memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”( Fathul Bāri 4/324). Abu
Hatim ar-Raziy juga berkomentar , bahwa hadis ini adalah dalil untuk memilih
teman yang baik dalam hal yang berkaitan dengan agama. Menurut Imam an-Nawawiy
Hadits ini juga menunjukkan keutamaan bergaul dengan teman shalih dan orang
baik yang memiliki akhlak yang mulia, sikap wara’, dan adab. Sekaligus juga
terdapat larangan bergaul dengan orang yang buruk, ahli bid’ah, dan orang-orang
yang mempunyai sikap tercela lainnya.” (Syarh Shahih Muslim 4/227). Dari makna
hadis dan komentar para ulama’ diatas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa
Islam sangat menganjurkan kita untuk selektif dalam memilih teman bergaul dan
lebih menekankan untuk memilih teman yang memberikan dampak positif dan manfaat
bagi agama maupun dunia.
Perilaku seseorang bisa dilihat dari temannya
Salah satu alat ukur yang bisa digunakan untuk
menjast (memastikan) baik dan buruk perilaku seseorang adalah dari teman
bergaulnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw :
أَخْبَرَنَا
أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ فُورَكٍ رَحِمَهُ اللهُ , ثنا عَبْدُ اللهِ
بْنُ جَعْفَرٍ الْأَصْبَهَانِيُّ , ثنا يُونُسُ بْنُ حَبِيبٍ , ثنا أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ
, ثنا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ , أَخْبَرَنِي مُوسَى بْنُ وَرْدَانَ , عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
, قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " الْمَرْءُ
عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ "
“Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr
Muhammad bin Hasan bin Fûrak ra, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Ja’far
al-Asbahaniy, telah menceritakan kepada kami Yûnus bin Jayyib, telah
mencertikan kepada kami Abu Dāwud ath-Thoyalisi, telah menceritakan kepada kami
Zuhair bin Muhammad, telah mengkhabarkan kepadaku Mûsa bin Wardān dari Abî
Hurairah berkata : Rasulullah saw bersabda “Agama Seseorang sesuai dengan agama teman
dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.”
(HR. at-Turmudzi)
Hadis ini juga disebutkan oleh al-Baihaqi dalam
Syu’abul Iman (12/44) nomor. 8990. Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad (4/299),
terdapat pula dalam Mu’jam Ibnu Asākir (2/241). Imam Turmudzi menilai
hadis ini adalah hadis hasan gharib, an-Nawawiy memberikan komentar
bahwa sanad hadis ini shahih, Nashiruddin al-Albani menshahihkan hadis
ini (Misykātul Mashabih. 3/87). Menurut Ibnu Taimiyah hadis ini
tergolong hadis hasan sehingga bisa dijadikan hujjah (al-Imān li Ibni
Taimiyah. Hlm,55). Sabda Rasulullah saw di atas memperkuat anjuran
pentingnya menentukan teman bergaul Oleh karena selektif dalam memilih teman
sangat dibutuhkan dalam hal ini agar hal-hal yang tidak diinginkan dan
penyesalan di masa depan tidak akan terjadi. Hal ini sejalan dengan firman
Allah swt :
وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى
يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلاً يَا
وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَاناً خَلِيلاً لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ
الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنسَانِ خَذُولاً
“ Dan ingatlah ketika orang-orang zalim
menggigit kedua tanganya seraya berkata : “Aduhai kiranya aku dulu mengambil
jalan bersama Rasul. Kecelakaan besar bagiku. Kiranya dulu aku tidak mengambil
fulan sebagai teman akrabku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al
Qur’an sesudah Al Qur’an itu datang kepadaku. Dan setan itu tidak mau menolong
manusia” (Al Furqan:27-29)
Ayat ini
menjadi gambaran dan renungan yang jelas bagi diri kita, betapa tidak
bergunanya penyesalan di akhirat, hanya karena salah dalam memilih teman
bergaul.
Akhlak yang mulia adalah ukuran keimanan
Ketika kita hendak memilih seseorang menjadi
teman kita, secara umum, kita harus memilih teman yang benar-benar memberikan
manfaat untuk kehidupan dunia dan akhirat – sebagaimana perkataan Ibnu Hajr dan
an-Nawawiy- , terlepas dari keumuman hal tersebut ada kriteria penting (urgen)
yang harus dimiliki teman tersebut, yaitu akhlak yang terpuji (mulia) karena
akhak adalah cerminan dan tolak ukur keimanan seseorang, secara dhahir
(eksplisit) keimanan seseorang dapat dilihat dari akhlak (tabi’at)nya dalam
kehidupan sehari-hari, baik secara individu maupun sosial. Rasulullah saw
menegaskan hal ini dalam sabdanya :
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
عَمْرٍو عَنْ أَبِى سَلَمَةَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم-: « أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
».
Telah
menceritakan kepada kami Ahmad bin Hambal, telah menceritakan kepada kami yahya
bin Sa’id dari Muhammad bin Amr dari Abi Salamah dari abu Hurairah berkata :
Rasulullah saw bersabda : " Orang mu'min yang paling sempurna imannya
adalah orang mu'min yang paling baik akhlaknya diantara mereka" ( HR.
Imam Ahmad )
Hadis
ini juga diriwayatkan ole hath-Thahawiy dalam Syarhu Musykil Atsar (11/260),
al-Baihaqiy dalam Syu’abul Iman (1/128), Sunan al-Kubra (10/192),
ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath (4/356), Abu Dāwud dalam Sunannya
(4/354), at-Turmudzi dalam Sunannya (3/466), ad-Dārimiy dalam Sunannya
(2/415) dan Ibnu Hibban dalam Shohihnya (2/227). Menurut Syu’aib
al-Arnauth dalam Shahih Ibnu Hibban sanad hadis ini hasan, Nashiruddin
al-Albani menshahihkan hadis ini (Silsilah ash-Shohihah . 2/378)
dan Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa hadis ini memenuhi standar shahih
jadi bisa dijadikan hujjah (al-Imān li Ibni Taimiyah. Hlm,132).
Jika
dilihat dari sudut sejarah, ternyata salah satu faktor diutusnya Rasulullah saw
adalah berkenaan dengan masalah akhlak, yang ketika itu penduduk (masyarakat)
Arab memiliki perangai (akhlak) yang buruk, bahkan bisa dikatakan bejat tak
bermoral, hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw :
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ
مَنْصُورٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
عَجْلَانَ عَنْ الْقَعْقَاعِ بْنِ حُكَيمٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ
عن أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا
بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ.
“Telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Mansûr berkata, telah
menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad dari Muhammad bin ‘Ajlan dari
al-Qa’qai bin Hukaim dari Abi Shālih dari Abu Hurairah RA berkata : Rasulullah
saw bersadda : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik”.
(HR. Ahmad dan ditashih oleh Baihaqi menurut syarat Muslim).
Kesimpulan
Inti (natijah)
dari semua apa yang telah dipaparkan diatas adalah anjuran untuk selektif dalam
memilih teman bergaul, karena besarnya efek dari pergaulan itu, jika salah
dalam memilih, maka fatal pula akibatnya dan penyesalan tiada gunanya, oleh
karena itu Islam sangat menganjurkan kita untuk selektif dalam memilih teman,
sebisa mungkin pilihlah teman yang banyak memberikan manfaat dari pada teman
yang memberikan madharat (keburukan). Karena orang yang memiliki sifat
buruk dapat mendatangkan bahaya bagi orang yang berteman dengannya, dapat
mendatangkan keburukan dari segala aspek bagi orang yang bergaul bersamanya.
Sungguh betapa banyak kaum yang hancur karena sebab keburukan-keburukan mereka,
dan betapa banyak orang yang mengikuti sahabat-sahabat mereka menuju
kehancuran, baik mereka sadari maupun tidak.
Wallahu ‘alam bi
ash-shawab.