NILAI KEHIDUPAN
Oleh : Sukahar Ahmad Syafi’i

“ Jika kau tak bisa menjadi pena untuk menulis kebahagiaan orang lain, maka jadilah penghapus yang bisa menghapus kesedihan orang lain”

Motto hidup atau semacam mantra motivasi itulah yang aku pegang hingga saat ini. Ia tumbuh dewasa bersamaku, ia selalu ada dalam pikiran, hati dan selalu menjadi langkah awal untuk mengawali suatu aksi. Ya dia adalah motto yang selama ini aku pegang teguh dan menjadi satu dalam setiap puzzle-puzzle kehidupanku.
Oh ya kawan, berbicara mengenai motto hidup yang baru saja kita singgung ini –yang aku klaim sebagai motto hidupku- adalah sebuah nukilan nasehat dari seorang pria yang dulu aku sering memanggilnya ayah. Entah kenapa memori mengenai ayah dan petuah-petuahnya tak pernah hilang dari ingatanku. “ sosok ayah memang sudah tak ada, tapi petuah dan nasehatnya akan tetap ada” lirihku dalam hati.
“ Umurmu sekarang berapa Le ” tanya ayah suatu waktu diiringi senyum khasnya
“ 10 tahun Yah” jawabku sambil cengar-cengir
“ Oh, sudah besar kamu rupanya ya, Inget Le, semakin kita tumbuh besar, dewasa. Maka semakin besar pula permasalahan yang akan kita hadapi. Hidup ini simpel dan penuh konsekuensi Le. Jika hari ini kamu tidak bisa menjadi pensil untuk menuliskan kebahagiaan orang lain, maka jadilah penghapus yang dapat menghapus kesedihan orang lain, kebahagian kita adalah separuh dari kebahagiaan orang lain, dan kesedihan kita adalah kesedihan dari orang lain. inget Le, hidup ini penuh nilai dan arti.”
Itulah kutipan percakapan 10 tahun silam, antara aku dan ayah. Percakapan itu juga menandakan berakhirnya kontrak ayah dengan dunia ini. Dan itulah kali terakhir aku melihat ayah dengan senyum dan tawa keceriaan yang luar biasa, seakan memberikan isyarat kepadaku” tenang Le, kamu udah besar, kamu pasti akan baik-baik saja”
Sepeninggal ayah, aku hidup berdua dengan mama, aku semakin tumbuh dewasa, aku banyak belajar dari pengalaman hidupku sendiri, ya pengalaman hidup sebagai seorang yatim dan pengalaman hidup sebagai orang miskin yang serba pas-pasan dan apa adanya. Walaupun aku miskin, aku tidak pernah berkeluh kesah dengan keadaanku ini. Bahkan dalam kehidupan yang seperti ini, aku masih memikirkan kehidupan orang lain, aku berusaha untuk membantu orang lain itu agar bisa hidup lebih baik, ya minimal setara dengan diriku. Adalah Alif, nama orang lain yang pernah aku motivasi dan aku ajak kerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan tetap bersekolah. “ hidup ini simpel dan penuh konsekuensi Lif, maka jangan serahkan kehidupan kita begitu saja pada nasib yang tidak memihak kepada kita” ujarku pada Alif disela-sela mocok kuli matun.
***
“Menyerah terhadap nasib, bukanlah jawaban dari hidup, karena hidup adalah bagaimana kita meniti dan menjalani konsekuensi dari tingkah laku kita, jika hari ini kita tak mampu membuat orang lain bahagia, maka hapuslah kesedihan orang lain” Itulah kutipan akhir pidatoku ketika debat kandidat calon ketua IRMAS (Ikatan Remaja & Masyarakat) sebuah organisasi atau perkumpulan remaja dan masyarakat di kampungku. Organisasi ini didanai oleh desa dan swadaya dari masyarakat sendiri.
Mungkin motto inilah yang mengantarkanku menjadi ketua IRMAS. Sebenarnya aku juga tidak begitu yakin, apakah aku berhasil lolos dalam seleksi pemilihan ketua. Karena mengingat dua calon lawanku benar-benar lebih kredibel dan kompeten dibandingkan aku, tapi…

Asa dari Sebuah Kepastian Cinta
Oleh : Sukahar Ahmad Syafi’i

Lagi-lagi gagal, lagi-lagi ditolak, itulah yang aku rasakan selama ini. Kayaknya gak pernah bener nih perjalanan kisah cintaku selama ini. Tiap deket sama cewek, selalu saja gagal, entah karena inilah, karena itulah, pokoknya gak pernah sukses deh, gak tau juga sebab musababnya. Apa jangan-jangan aku ditakdirkan  menjadi Jomblo Forever alias Jomblo seumur hidup nih, wah berabe nih, amit-amit deh.
Kalau dipikir-pikir udah hampir dua tahun ini aku jadi Jomblo. Rasa-rasanya udah gak kepikiran lagi untuk deket sama cewek, mungkin udah kena trauma ditolak cewek stadium 4 nih, jadinya kayak gini deh harus ngejomblo dulu.
Kata orang, punya cewek tuh asyik, gak bakal kesepian, punya temen ngobrol, dan ada yang merhatiin, walaupun tiap hari tanyanya Cuma halo sayang, lagi ngapain hari ini ? ntar kalau udah dibales paling jawabnya oke deh Sayang, Cemungud ea.. dan bla.. bla.. deh. Itu sih asyiknya punya cewek versi orang yang lagi ABG. Tapi bagiku, mendingan ngejomblo aja, mau ngapain aja bebas, semuanya jadi lebih enjoy, tapi kalau punya cewek kayaknya hidup ini ribet banget deh, harus siap sedia kalau si yayang lagi butuh, misalnya aja antar jemput ke kampus atau kerja, mana harus on-time lagi jemputnya, udah kayak sopir taksi atau tukang ojek aja. Belum lagi kalau si yayang mau ulang tahun, tambah ribet aja nih hidup, harus pikir cari kado lah, buat surprise lah, ngajak jalan-jalan ke mana lah.
 Apesnya lagi kalau pas lagi bokek alias gak punya uang terpaksa deh harus cari pinjaman ke sana ke mari, yang pada akhirnya harus rela puasa deh gak makan beberapa hari karena harta karun udah dikuras buat nyenengin hati si Doi. Ah gak tau juga nih, apa semua tipe cewek kayak gitu ya. Tapi yang jelas ngejomblo is the best dari pada punya cewek tapi makan hati.
Aku sempet pernah dengerin ceramah dari seorang ustadz ternama, katanya kalau cari cewek atau pasangan tuh diusahakan cari yang Saleha, yang setia dan yang mau menerima kita apa adanya, dijamin deh gak bakalan nyesel dunia akhirat. Setelah aku pikir-pikir dan aku cerna dengan seksama, nasehat pak ustadz tadi bisa jadi motivasi nih untuk lebih cermat dalam memilih dan memilah pasangan hidup. Tapi dalam perjalanannya di lapangan, ternyata susah juga ya cari cewek seperti kata pak ustadz. Ada sih anak tetangga sebelah, Saleha namanya, tapi kelakuan tuh cewek berbanding 360 derajat sama namanya, dijamin deh bakal gantung diri tuh yang jadi pacarnya. Apa lagi jadi suaminya bisa langsung bunuh diri setelah akad nikah. Serem amat kayaknya tuh cewek.

SKETSA BUDAYA INDONESIA
( Sebuah Fenomena dan Upaya untuk Kembali )
Oleh : Sukahar Ahmad Syafi’i
( Juara  I dalam Lomba Essay tingkat Mahasiswa dalam Rangka Milad UAD 53 )

Anthony Giddens (1990) menyebut globalisasi sebagai intensifikasi hubungan sosial di segenap penjuru dunia yang menghubungkan wilayah-wilayah yang saling berjauhan dengan cara tertentu sehingga apa yang terjadi pada tingkat lokal dipengaruhi oleh kejadian-kejadian yang berlangsung di tempat lain (yang mungkin bermil-mil jaraknya), serta sebaliknya. Tentu saja kita dapat menilai pemaknaan Giddens di atas sebagai penyederhanaan terhadap fenomena globalisasi yang sesungguhnya luar biasa kompleks, penuh ketidakmestian, dan keragaman. Meski demikian, pemahaman Giddens dapat membantu kita untuk menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi, dan hal itu mempermudah upaya untuk mencermati persoalan. (Anthony Giddens, 25)
Sekitar empat dasawarsa terakhir, istilah globalisasi menjadi kecenderungan yang banyak dibicarakan oleh masyarakat dunia. Terutama bagi masyarakat dunia ketiga atau masyarakat negara miskin. Kata globalisasi banyak dibicarakan karena  dianggap  sebagai arus yang akan mengeksploitasi  seluruh sumber lingkungan dan budaya dibanding dengan sebaliknya yakni membangunnya (Michael Tirta, 48). Hal ini dapat dipahami mengingat posisi globalisasi dianggap sebagai arus komunikasi dan informasi yang mengalir begitu derasnya dari satu tempat ke tempat yang lain sehingga dapat dikatakan tidak ada garis batas atau  pagar  pemisah antara bangsa/negara yang satu  dengan negara yang lain.
Dunia  yang berisi bangsa-bangsa dan negara-negara menjadi satu yang bulat, global, yang berarti seantero dunia. Oleh karena itu, hal-hal yang sifatnya informatif sangat mudah kita dapatkan, dan bagi kita sendiri juga sangat mudah untuk berkomunikasi dengan bangsa lain.
Kenyataannya, dengan tiada batas itu, arus globalisasi dari negara lain sangat mudah memasuki kawasan negara kita, daripada sebaliknya. Di dalam sistem globalisasi, dunia kita kelihatan menjadi satu, tetapi kenyataannya  setiap bangsa atau negara tidak bisa saling memberi atau menerima informasi. Tampaknya, negara maju lebih dominan dalam memberikan informasi ke negara berkembang daripada sebaliknya. 
Dalam sejarah perkembangannya, bangsa Indonesia pernah menciptakan puncak-puncak kreasi dan karya yang sampai sekarang masih dikagumi. Kreasi dan karya budaya tersebut merupakan  hasil akal, budi, dan pikiran manusia sebagai makhluk paling sempurna yang tak ternilai harganya (Sutiyono, 39). Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa dengan masyarakatnya yang pluralistik mempunyai berbagai macam, bentuk, dan variasi dari kesenian budaya. Kemajuan sebuah bangsa ditentukan oleh peradaban budayanya. Seiring perkembangan zaman dan globalisasi, semakin banyak kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia. Generasi muda bangsa kita semakin lupa akan budaya bangsanya sendiri, mereka seakan-akan tertelan arus globalisasi yang lebih mengandalkan teknologi dan melupakan akar budayanya. Kebudayaan asli seakan-akan hampir punah karena tidak dilestarikan dan semakin tertelan arus perubahan jaman.
Secara general holistika, perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralism. Nilai dan norma sosial merupakan salah satu dampak dari adanya globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa.
Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh (Supardi, 67). Misalnya saja khusus dalam bidang hiburan massa atau hiburan yang bersifat masal, makna globalisasi itu sudah sedemikian terasa. Sekarang ini setiap hari kita bisa menyimak tayangan film di tv yang bermuara dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, dll melalui stasiun televisi di tanah air. Belum lagi siaran tv internasional yang bisa ditangkap melalui parabola yang kini makin banyak dimiliki masyarakat Indonesia. Sementara itu, kesenian-kesenian populer lain yang tersaji melalui kaset, vcd, dan dvd yang berasal dari manca negara pun makin marak kehadirannya di tengah-tengah kita. Fakta yang demikian memberikan bukti tentang betapa negara-negara penguasa teknologi mutakhir telah berhasil memegang kendali dalam globalisasi budaya khususnya di negara ke tiga.
Peristiwa transkultural seperti itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap keberadaan kesenian kita. Padahal kesenian tradisional kita merupakan bagian dari khazanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya. Di saat yang lain dengan teknologi informasi yang semakin canggih seperti saat ini, kita disuguhi oleh banyak alternatif tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang mungkin lebih menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan parabola masyarakat bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang bersifat mendunia yang berasal dari berbagai belahan bumi. Kondisi yang demikian mau tidak mau membuat semakin tersisihnya kesenian tradisional Indonesia dari kehidupan masyarakat Indonesia yang sarat akan pemaknaan dan nilai luhur dalam tubuh masyarakat Indonesia. Misalnya saja bentuk-bentuk ekspresi kesenian etnis Indonesia, baik bernuansa rakyat maupun istana, selalu berkaitan erat dengan perilaku ritual masyarakat pertanian. Dengan datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses industrialisasi dan sistem ekonomi pasar, dan globalisasi informasi, maka kesenian kita pun mulai bergeser ke arah kesenian yang berdimensi komersial (Kuntowijoyo, 55).

SAHABAT
Oleh : Sukahar Ahmad Syafi’i
{ Masuk dalam Karya Antologi Arti Sebuah Perpisahan book 2 in Cafe Book (CB) }

“ Kayaknya kita harus berubah bro” Suara Andi tiba-tiba memecah keheningan yang menyelimuti diriku
“ Apanya yang harus berubah ? “ tanyaku seolah merespon perkataan Andi
“ Mengakhiri prilaku buruk kita selama ini, dan ini udah gak bener bro”
“ Gue gak paham maksud lu ”
“ Detik ini juga harus kita akhirin, semua prilaku kehewanan kita, saat ini kita berada dijalur yang salah bro, ayolah kita merubah jalan hidup kita”
Percakapanku dan Andi itulah yang masih tersimpan dalam memoriku yang mungkin sudah tidak original ini. Semenjak kecelakaan satu minggu yang lalu, dokter memvonis bahwa aku terkena gegar otak ringan, sehingga ada beberapa hal yang mungkin sudah tidak bisa diingat lagi. Bahkan sempat juga aku lupa namaku sendiri, adik, kakak, ayah dan juga mama.
“ Ingat bro, kita udah kelas 3, bentar lagi UAN, apa kamu mau di DO sebelum UAN gara-gara perbuatan yang konyol ini” tanya Andi resah
“ haha… kayaknya hari ini lu sewot amat Ndi, rileks aja lah bro, kita cuma minum-minum sama goda-godain cewek, dinikmatin aja” jawabku enteng seraya menyodorkan sebatang rokok pada Andi
Putus…, aku sudah tak ingat lagi lanjutan percakapnku dengan Andi. Sekuat apapun aku mencoba untuk mengingat kembali, hasilnya Nihil, kosong… tak ada lagi lanjutan percakapan tersebut.
*             *             *
“ Viki, gimana keadaan kamu sekarang, Viki kenapa kamu diam saja, kami di sini datang untuk melihatmu, ayo dong bicara, kamu bisa mendengar kami kan..?”
Kucoba mencari darimanakah suara itu berasal. Ku tolehkan pandanganku ke kanan, kiri, belakang, depan, atas, bawah. Nihil.. semua nampak kosong dan gelap
“Apa yang terjadi dengan diriku, dimana aku, kenapa jadi seperti ini” semua pertanyaan tersebut menggelayuti pikiranku.
“ Vik, Viki lu bisa denger gua” Iya..iya gue bisa denger, Lu Andi kan, eh gimana kabar lu Ndi ?” tenang bro, gue udah tenang di sini, lu yang tenang juga ya, gak usah mikirin gue”
Hilang…, lagi-lagi aku merasa ada yang hilang, padahal aku sangat yakin sedang bercakap-cakap dengan temanku Andi.
*             *             *
“ Kamu baik-baik saja kan Vik, tadi temenmu pada ke sini loh” suara mama tiba-tiba memecah kebingunganku
“ Andi…, Andi ya Ma..?”
“ Siapa Ma, Andi kan Ma..?”
“ hik..hik, bu..bukan Vik, bukan…” jawab mama disertai isak tangisnya
“ Lalu dimana Andi ma, dimana..?” tanyaku agak parau
“ Sudah Viki, sudah…?”
“ maksudnya sudah apa Ma, ayo katakan, ada apa dengan Andi ma…?”
“ Dia sudah tenang di alam sana Vik”
“ Jangan katakan kalau dia sudah….”
“ Iya Vik, yang tabah ya” jawab mama seraya memelukku.
Seketika itu, isak tangisku pecah, tumpah ruah dipelukan mama, tubuhku seakan-akan tak mampu digerakkan, mulutku tak dapat lagi berkata-kata. Perpisahan ini lebih menyakitkan ketimbang derita gegar otak dan kebutaan yang aku alami saat ini. “ Maaf brother, aku ini terlalu egois, aku tidak pernah peduli terhadap apa yang kau inginkan, tapi aku juga tidak pernah tau kalau ini akan terjadi, tetaplah jadi sahabatku untuk selamanya, sampai ketemu lagi sobat, semoga kau tenang di alam sana” lirihku dalam hati.

ENGKAULAH CANDLELIGHT-KU
Oleh : Sukahar Ahmad Syafi’i

Tahukah engkau, siapa sebenarnya candlelight yang selalu menerangi langkahmu, menjadi pelita dihatimu, dan penghapus lukamu
Tahukah engkau, siapa sebenarnya candlelight yang siap sedia menemanimu, menghawatirkanmu, dan menyayangimu.
Tahukah engkau, siapa sebenarnya candlelight yang merelakan engkau berada bersamanya selama 9 bulan, yang berjibaku, berjuang, bahkan rela mengorbankan nyawa demi melihat engkau terlahir  di dunia
Ummi…
Ya, dialah Ummi, wanita penyabar, tegar, dan kuat
Seorang wanita yang kau sebut sebagai Candlelight kehidupanmu.
Ummi, tak banyak ungkapan kata yang dapat aku ungkapkan dengan jelas karena sesak di dada saat mengingat semua perjuanganmu, sungguh hebat semua perjuanganmu untuk anakmu yang tak pernah mengerti ini.
Kasih sayangmu seluas samudra, setinggi gunung, sehangat matahari, wajahmu seteduh bulan, dan hatimu sebening air samudra.
Aku memang tidak pandai berkata-kata, tidak pandai pula dalam pelajaran, tapi aku mau berusaha dengan apa yang telah kau ajarkan kepadaku,  dengan apa yang telah Allah berikan kepadaku, dan aku mau memberikan semua yang terbaik untukmu Ummi.
Sungguh Ummi, aku memang anak lelaki yang tak berguna. Tapi Ummi … aku berjanji untuk menepati janjiku mewujudkan apa yang Ummi inginkan, aku mau disisa umurmu aku bisa membahagiakanmu, menghapus lukamu dan membuat kau bangga akan hasil karya anak lelakimu ini.
Aku mau Ummi, disisa umurmu nanti, aku bisa merawatmu, membahagiakanmu, membuatmu tersenyum dan menjagamu selalu, seperti apa yang telah ummi lakukan selama ini.
Bagaimana Ummi, engkau tak percaya? Baiklah Ummi, izinkanlah aku bercerita
* * *
Hari ini, sedikit berbeda dengan hari-hari yang biasa aku lalui, entah karena suasana hatiku yang sedang baik atau karena ada kabar gembira yang baru saja aku dengar. Cukup lama aku terdiam memikirkan apa yang sedang terjadi.
Pada hari ini, rasanya membuatku bingung bercampur senang, Hingga aku merasa sulit sekali untuk mengungkapkannya.
Sudah hampir lima tahun aku menanti hadirnya seseorang yang bisa mengisi kekosongan hidup ini, membuat aku tertawa, tersenyum, serta membuat perjuangan hidup ini lebih berarti.
Pasangan suami-istri mana yang tidak sedih, jika selama masa pernikahan yang cukup tua ini belum dikaruniai momongan yang kelak menjadi penerus dan pengasuhnya dikala mereka sudah tua.
Aku tak bisa membayangkan, bagaimana senangnya suamiku ketika mendengar berita bahwa saat ini aku positif hamil dan mengandung darah dagingnya, pasti dia akan sangat senang setelah penantian panjang ini.
Vonis dokter lima tahun lalu bahwa aku mandul masih terngiang-ngiang dipikiranku, bagaikan goresan luka yang tak akan pernah hilang. Tapi kabar bahwa aku positif hamil hari ini memberikan secercah sinar harapan yang dapat menghapus kesedihan dan kegelisahan yang tertanam dalam hati  selama lima tahun ini. Antara yakin atau tidak, percaya atau tidak, senang dan sedih, semua bercampur menjadi satu dalam gemuruh hati ini, serasa mimpi tapi nyata, sungguh terheran aku dibuat.


JANGAN SALAH PILIH TEMAN
Oleh : Sukahar Ahmad Syafi’i
(Tulisan ini telah diterbitkan oleh Majalah Suara Muhammadiyah edisi 18 TH. Ke-97 16-30 sept 2012)
Manusia adalah makhlus sosial, yaitu makhluk yang tidak dapat hidup sendiri, tapi dia hidup secara bersama atau bermasyarakat. Mengapa demikian, karena manusia tidak akan bisa memenuhi kebutuhan dan urusanya sendiri, sehebat dan setangguh apapun manusia, pasti memerlukan uluran bantuan orang lain, ketika manusia sakit, dia membutuhkan dokter untuk membantu mengobatinya, ketika manusia ingin belajar, dia membutuhkan seorang pembimbing (guru) untuk mengajarinya, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, interaksi (bergaul) sesama manusia sangat diperlukan agar terjalin hubungan yang harmonis diantara mereka, sekalipun demikian aspek bergaul yaitu memilih teman benar-benar harus diperhatikan, karena sekali salah dalam menentukan pillhan, maka akibatnya pun akan fatal.
Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh telah mengatur bagaimana adab-adab serta batasan-batasan dalam pergaulan. Pergaulan sangat mempengaruhi kehidupan seseorang. Dampak buruk akan menimpa seseorang akibat bergaul dengan teman-teman yang berprilaku buruk, sebaliknya manfaat yang besar akan didapatkan dengan bergaul dengan teman yang memiliki perangai baik.
Mengenai dampak pergaulan Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
 حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ حَدَّثَنَا أَبُو بُرْدَةَ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا بُرْدَةَ بْنَ أَبِي مُوسَى عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
“Telah menceritakan kepadaku Mūsa bin Ismail, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid, telah menceritakan kepada kami Abû Burdah bin Abdullah dia berkata : Aku mendengar Abû Burdah bin Abi Mûsa dari ayahnya ra berkata, Rasulullah saw bersabda :Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari )
Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya (4/2026), terdapat pula dalam Shahih Ibnu Hibban (2/320) dan terdapat dalam kitab Kanzul amal fî sunan al-Aqwal wa al-Af’al (9/44). Menurut Su’aib al-Arnauth sanad hadis ini Shahih berdasarkan kriteria Bukhari dan Muslim, Nashiruddin al-Albani juga mengatakan bahwa hadis ini tergolong hadis Shahih sehingga bisa dijadikan hujjah (Silsilah al-Ahadis ash-Shohihah 7/26)