NILAI KEHIDUPAN
Oleh : Sukahar Ahmad Syafi’i

“ Jika kau tak bisa menjadi pena untuk menulis kebahagiaan orang lain, maka jadilah penghapus yang bisa menghapus kesedihan orang lain”

Motto hidup atau semacam mantra motivasi itulah yang aku pegang hingga saat ini. Ia tumbuh dewasa bersamaku, ia selalu ada dalam pikiran, hati dan selalu menjadi langkah awal untuk mengawali suatu aksi. Ya dia adalah motto yang selama ini aku pegang teguh dan menjadi satu dalam setiap puzzle-puzzle kehidupanku.
Oh ya kawan, berbicara mengenai motto hidup yang baru saja kita singgung ini –yang aku klaim sebagai motto hidupku- adalah sebuah nukilan nasehat dari seorang pria yang dulu aku sering memanggilnya ayah. Entah kenapa memori mengenai ayah dan petuah-petuahnya tak pernah hilang dari ingatanku. “ sosok ayah memang sudah tak ada, tapi petuah dan nasehatnya akan tetap ada” lirihku dalam hati.
“ Umurmu sekarang berapa Le ” tanya ayah suatu waktu diiringi senyum khasnya
“ 10 tahun Yah” jawabku sambil cengar-cengir
“ Oh, sudah besar kamu rupanya ya, Inget Le, semakin kita tumbuh besar, dewasa. Maka semakin besar pula permasalahan yang akan kita hadapi. Hidup ini simpel dan penuh konsekuensi Le. Jika hari ini kamu tidak bisa menjadi pensil untuk menuliskan kebahagiaan orang lain, maka jadilah penghapus yang dapat menghapus kesedihan orang lain, kebahagian kita adalah separuh dari kebahagiaan orang lain, dan kesedihan kita adalah kesedihan dari orang lain. inget Le, hidup ini penuh nilai dan arti.”
Itulah kutipan percakapan 10 tahun silam, antara aku dan ayah. Percakapan itu juga menandakan berakhirnya kontrak ayah dengan dunia ini. Dan itulah kali terakhir aku melihat ayah dengan senyum dan tawa keceriaan yang luar biasa, seakan memberikan isyarat kepadaku” tenang Le, kamu udah besar, kamu pasti akan baik-baik saja”
Sepeninggal ayah, aku hidup berdua dengan mama, aku semakin tumbuh dewasa, aku banyak belajar dari pengalaman hidupku sendiri, ya pengalaman hidup sebagai seorang yatim dan pengalaman hidup sebagai orang miskin yang serba pas-pasan dan apa adanya. Walaupun aku miskin, aku tidak pernah berkeluh kesah dengan keadaanku ini. Bahkan dalam kehidupan yang seperti ini, aku masih memikirkan kehidupan orang lain, aku berusaha untuk membantu orang lain itu agar bisa hidup lebih baik, ya minimal setara dengan diriku. Adalah Alif, nama orang lain yang pernah aku motivasi dan aku ajak kerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan tetap bersekolah. “ hidup ini simpel dan penuh konsekuensi Lif, maka jangan serahkan kehidupan kita begitu saja pada nasib yang tidak memihak kepada kita” ujarku pada Alif disela-sela mocok kuli matun.
***
“Menyerah terhadap nasib, bukanlah jawaban dari hidup, karena hidup adalah bagaimana kita meniti dan menjalani konsekuensi dari tingkah laku kita, jika hari ini kita tak mampu membuat orang lain bahagia, maka hapuslah kesedihan orang lain” Itulah kutipan akhir pidatoku ketika debat kandidat calon ketua IRMAS (Ikatan Remaja & Masyarakat) sebuah organisasi atau perkumpulan remaja dan masyarakat di kampungku. Organisasi ini didanai oleh desa dan swadaya dari masyarakat sendiri.
Mungkin motto inilah yang mengantarkanku menjadi ketua IRMAS. Sebenarnya aku juga tidak begitu yakin, apakah aku berhasil lolos dalam seleksi pemilihan ketua. Karena mengingat dua calon lawanku benar-benar lebih kredibel dan kompeten dibandingkan aku, tapi…

Hasil perolehan suara berkata lain, aku menempati urutan pertama dengan perolehan 85 suara dari 150 pemilih. Sungguh hasil yang menakjubkan dan diluar dugaan. “ Jikalau memang aku yang didaulat menjadi ketua, mudah-mudahan aku bisa memegang amanat ini dengan penuh tanggung jawab” bisikku dalam hati setelah melihat hasil dari perolehan suara
***

1 April 2010
Pada hari inilah aku resmi dilantik menjadi ketua IRMAS, masa depan IRMAS selama satu tahun berada ditanganku, maju, mundur, hidup dan redupnya IRMAS, semua tergantung dari kebijakanku.
Ketika rapat kerja pimpinan (Rakerpim) tidak banyak proker yang kami rancang, apalagi proker yang menggebu-gebu dan formalitas. Selaku ketua, aku hanya mengusulkan satu proker yang memiliki nuansa sosial-kemasyarakatan. Proker ini aku rasa penting, karena melihat fenomena anak-anak dan remaja di lingkungan tempat kami tinggal memang cukup memprihatinkan. Banyak anak dibawah umur tidak bisa mengikuti pendidikan di sekolah, dengan usia yang dini seperti itu, mereka harus ikut mencari nafkah untuk membantu kebutuhan keluarga, banyak para remaja yang putus sekolah. Karena kendala yang sama, yaitu tidak ada dana untuk melanjutkan sekolah. Sebagian mereka bahkan ada yang merantau di luar daerah, propinsi, pulau bahkan di luar Negeri demi membantu mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Sungguh ironi memang, bangsa yang sudah memasuki era millennium abad 21 ini masih memiliki problem yang sama seperti pada era kolonial dan awal kemerdekaan.
Alhamdulillah akhirnya proker ini disetujui oleh para anggota dan para ketua divisi. Mereka bersimpati dengan proker yang aku ajukan, bahkan di antara mereka ada yang menawarkan diri sebagai pencari donatur jika memang dibutuhkan. Walaupun memang ada beberapa anggota yang masih terlihat ragu, tapi itu tak jadi masalah, selama kita bergerak bersama semua beban berat akan terasa lebih ringan. Dan Tuhan akan selalu membukakan pintu kemudahan disetiap kesulitan. Sedikit motivasiku untuk meyakinkan mereka. Bismillah, aku memulai mengeksekusi proker ini.
Kau tau kawan, proker ini adalah proker prioritasku selama satu periode, dari proker ini pula kredibelitas dan kompetensiku sebagai ketua organisasi ini diuji dan dipertaruhkan. Tapi itu tidak jadi masalah, karena alasan inilah, aku berani mencalonkan diri sebagai ketua organisasi ini. hal yang ingin aku tunjukkan adalah jiwa kepedulian terhadap sesama. Sudah hampir 7 tahun umur organisasi ini, tapi tak satupun ada proker yang mencoba menyelesaikan problema masyarakat dan peduli terhadap kebutuhan primer masyarakat.
Melalul proker ini, aku mencoba membuka mata para pembesar IRMAS, pengurus domisioner IRMAS, anggota IRMAS, para pemuda dan masyarakat akan pentingnya pendidikan ketimbang hanya mencukupi pemberian sembako kepada masyarakat yang tidak begitu terjadwal penyalarunnya. Melalui proker ini pula, aku ingin menanamkan nilai-nilai kepedulian dan kemanusiaan di hati mereka. Karena point penting dari hidup adalah bagaimana kita bisa bermanfaat bagi orang lain, menuliskan kebahagiaan untuk orang lain, dan menghapus kesedihan dan luka orang lain. Bagiku itulah nilai dalam hidup.



0 komentar:

Posting Komentar